Halal mengacu pada produk yang diperbolehkan untuk digunakan berdasarkan prinsip moral dan etika Islam. Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia yaitu mencapai 229 juta jiwa tidak asing lagi dengan kata halal. Saat ini halal berlaku dalam cakupan yang lebih luas termasuk hal kosmetik dan perawatan pribadi.

Ada beberapa hal yang diperhatikan dalam produk halal yaitu produk kosmetik dilarang keras menggunakan bahan apapun yang mengandung turunan hewani tidak halal serta zat apapun yang dapat membahayakan kesehatan seseorang. Oleh karena itu, produk halal tidak hanya diperuntukkan untuk kebaikan umat muslim saja, tetapi juga untuk seluruh lapisan masyarakat.

Seberapa penting sih sertifikasi halal?

Sertifikasi halal menjadi suatu jaminan produk yang akan dikonsumsi dalam hal ini yaitu kosmetik dan perawatan pribadi yang dimana produsen telah memenuhi standar halal yang diakui oleh pihak berwenang. Sertifikasi halal diterbitkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang tertuang dalam Pasal 6 UU JPH.

Diketahui dari data pasar dan konsumen internasional, Statista, memproyeksikan pertumbuhan pasar industri kosmetik Indonesia sebesar 4,59 persen per tahun 2023-2028. Hal tersebut menjadi cerminan bahwa pemakaian kosmetik belakangan ini semakin meningkat.

Kendati demikian, meningkatnya pemakaian kosmetik perlu sejalan dengan bagaimana produsen dapat menjamin dan meningkatkan kepercayaan konsumen melalui sertifikasi halal tersebut karena dengan sertifikasi tersebut, produk telah melewati proses pengujian dan verifikasi ketat untuk memastikan bahwa bahan yang digunakan sesuai dengan standar kehalalan.

Tahun 2026, Barang Gunaan Termasuk Kemasan Wajib Sertifikasi Halal

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2024 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH), barang gunaan termasuk dalam kategori produk yang wajib disertifikasi halal. Hal tersebut tentunya mencangkup dalam kemasan produk kosmetik.

“Kategori barang gunaan, kemasan salah satu diantaranya, telah memasuki masa transisi sertifikasi halal. Tenggat waktu transisi berakhir pada 17 Oktober 2026. Artinya, setelah itu, seluruh kemasan yang ada dan digunakan di Indonesia wajib bersertifikat halal. Tentu, masih ada waktu bagi para pelaku industri untuk memulai proses sertifikasi halal,” pungkas Bapak Dr. Ir. Muslich, M.Si selaku Halal Partnerships & Audit Services  Director of LPPOM MUI dalam seminar “Kesiapan Industri Kemasan Hadapi Wajib Halal 2024” yang diselenggarakan pada 10 November 2023 di Hall D2, JIExpo Kemayoran, Jakarta.

Hal lain yang perlu diperhatikan bagi para pelaku usaha yang tidak menerapkan aturan tersebut akan dikenakan sanksi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 Pasal 149 yaitu sanksi administratif, berupa peringatan tertulis, denda administratif, pencabutan sertifikat halal, dan/atau penarikan barang dari peredaran.

Dokumen Persyaratan Sertifikasi Halal

  1. Surat Permohonan, formulir dapat diunduh pada bpjph.halal.go.id/detail/informasi-1
  2. Formulir Pendaftaran, formulir dapat diunduh pada bpjph.halal.go.id/detail/informasi-1
  3. Aspek Legal yaitu Nomor Induk Berusaha atau NIB Berbasis Risiko
  4. Dokumen Penyelia Halal yang terdiri dari:
    • SK Penetapan Penyelia Halal, dimana penyelia Halal beragama Islam dan khusus pelaku usaha menengah, besar, dan luar negeri harus memiliki sertifikat pelatihan dan uji kompetensi.
    • Salinan KTP
    • Daftar Riwayat Hidup
  5. Daftar nama produk dan bahan yang digunakan
  6. Proses pengolahan produk
  7. Manual SJPH, formulir dapat diunduh pada bpjph.halal.go.id/detail/informasi-1
  8. Izin Edar atau SLHS (jika ada) yang sifatnya tidak wajib

Alur Sertifikasi Halal Reguler

  1. Sebelum melakukan pendaftaran, para pelaku usaha dipastikan memiliki email aktif dan NIB Berbasis Risiko (apabila belum memiliki, dapat mendaftar atau migrasi NIB melalui https://oss.go.id
  2. Pelaku usaha membuat akun, kemudian mengajukan permohonan Sertifikasi Halal dengan mengisikan data dan mengunggah dokumen persyaratan melalui, https://ptsp.halal.go.id atau SIHALAL
  3. BPJPH memverifikasi kesesuaian data dan kelengkapan dokumen permohonan
  4. LPH akan menghitung, menetapkan, dan mengisikan biaya pemeriksaan di SIHALAL
  5. Pelaku usaha dapat melakukan pembayaran serta mengunggah bukti bayar (format .pdf) di SIHALAL
  6. BPJPH melakukan verifikasi pembayaran dan menerbitkan STTD (Surat Tanda Terima Dokumen) di SIHALAL
  7. LPH melakukan proses pemeriksaan (audit) dan mengunggah ketetapan halal di SIHALAL
  8. Komisi Fatwa MUI melakukan sidang fatwa dan mengunggah ketetapan Halal di SIHALAL
  9. BPJPH menerbitkan Sertifikat Halal
  10. Pelaku usaha dapat mengunduh sertifikat halal di SIHALAL jika statusnya sudah “Terbit SH”